(sumber : google.com) |
Salah satu manifestasi dari
pergolakan peradaban manusia adalah uang. Ini merupakan salah satu bukti betapa
sebuah dinamika hidup mampu melahirkan sebuah invensi yang penting dan dapat
menentukan detak jantung kehidupan pada masa yang tanpa berkesudahan dan pada
setiap dimensi yang ada. Bayangkan, uang dapat menjadi penentu bagi apa saja.
Uang bisa mempengaruhi siapa saja. Bahkan uang mampu membuat yang hitam menjadi
putih atau putih menjadi hitam. Demikianlah, setidaknya, uang yang ada dalam
kehidupan manusia.
Kita tidak ingin merasuk terlalu
jauh ke dalam diskusi itu, disini kita akan lebih fokus pada apa yang disebut
dengan the origin of money. Uang dilihat dari sudut asal muasalnya. Uang
ditilik dari sisi perkembangannya. Sehingga diharapkan kita akan memiliki modal
untuk memahami jejak dan tapak sejarah bagaimana kemudian uang tersebut muncul
dalam peradaban manusia dan bahkan sangat mempengaruhi sisi kehidupan
sebagaimana prolog awal diatas.
Starting point yang harus kita
jadikan landasan di dalam memahami tentang sejarah uang adalah atribut yang
melekat kepadanya. Namun, semua yang dianggap uang sejatinya tidak harus
memiliki atribut-atribut ini. Karena segala sesuatu, ketika ia dianggap
berharga dan hal lain yang menjadikan ia diterima sebagai alat untuk
mendapatkan sesuatu maka bisa dianggap sebagai uang. Adapun uang yang memiliki
atribut-atribut ini dianggap sebagai uang yang terbaitk. Ada tiga atribut,
yakni:
1.
Penyimpan Nilai
Nilai yang
dilekatkan pada uang harus tidak berkurang seiring berjalannya waktu. Uang yang
ternyata mengalami degradasi nilai karena satu dan lain sebab, maka tidak dalam
katergori uang yang baik.
2.
Unit Akun
Uang adalah
ukuran. Ia berfungsi sebagai pengukur benda-benda sehingga benda-benda menjadi
tinggi, rendah dan sebagainya. Maka sebuah ukuran yang baik adalah ukuran yang
memiliki standarisasi. Jika tidak, maka ia bukan yang yang baik.
3.
Alat Pembayaran
Uang yang baik
adalah yang bisa digunakan sebagai alat bayar. Sebagai alat pembayaran, uang
tersebut harus diakui. Sesungguhnya, banyak alasan yang membuat uang gagal
sebagai alat tukar namun paling tidak dua atribut awal sangat vital bagi sebuah
benda yang disebut uang.
Dengan bekal pemahaman terhadap
atribut-atribut ini, kita baru kemudian bisa mundur kebelakang memasuki zona
waktu lebih kurang 40.000 tahun yang lalu untuk mengetahui bagaimana dunia saat
itu sebelum uang diciptakan.
BARTER
Sebelum ada uang, pertukaran
barang dilakukan dengan cara barter. Perdagangan antara pihak direalisasikan
melalui jalan barter. Secara definisi, barter merupakan pertukaran barang atau
jasa dengan barang atau jasa lainnya.
Sekilas, aktifitas barter ini
terkesan sederhana dan mudah. Jika seseorang membutuhkan sesuatu maka dia
menukarkan sesuatu yang dia punya dengan sesuatu yang dibutuhkan. Demikian
seterusnya sehingga terjadilah transaksi dagang antar pihak hanya dengan praktek
tukar menukar barang atau jasa. Namun, kesan sederhana dan mudah tersebut
secara praktis justru sungguh merumitkan.
Problemnya, dalam barter, perlu
ada kesamaan kebutuhan. Mesti ada kesamaan keinginan antar pihak yang terlibat.
Jika tidak maka sistem ini tidak akan dapat bekerja. Jika seorang tukang kebun
membutuhkan sebungkus nasi padang dan pedagang nasi padang menginginkan sayuran
segar, maka barter bisa terjadi. Akan tetapi, jika pedagang nasi padang
membutuhkan pertalite sebagai ganti nasi padangnya, maka tukang kebun tadi
harus mencari penjual pertalite sebelum mendapatkan nasi padang. Sulit bukan?
Masalah lainnya, jauh lebih
rumit. Bayangkan saja mengenai harga dalam sistem barter dibandingkan dengan
sistem ekonomi tunai seperti saat ini. Perbandingan satu item dengan item lain
yang dipertukarkan, lantas faktor pembentuk nilai bagi item-item tersebut yang
secara keseluruhan membuat semakin kompleks ketika ekonomi barter berkembang
dalam skala besar.
KEMUNCULAN UANG
Singkat cerita, dengan berbagai
alasan yang tergambarkan dari diskusi diatas, maka dinamika peradaban manusia
membentuk sebuah teknologi pertukaran yang disebut dengan uang. Menariknya, apa
yang diadopsi oleh berbagai kelompok manusia sebagai mata uang sangat unik.
Contohnya, untuk membuat mata uang, orang-orang di Afrika menggunakan semacam
kulit kerang. Orang-orang yang tinggal di kawasan barat samudera pasifik
menggunakan bebatuan sebagai mata uang. Ada juga orang-orang di kawasan Amerika
Utara menggunakan sejenis kerang sebagai mata uang.
Fenomena ini menggambarkan
krusialnya uang dalam kehidupan manusia sehingga orang-orang memilih uang
mereka sendiri. Mereka mencari sesuatu dan menjadikannya uang mereka
masing-masing. Sesuatu yang akhirnya diputuskan sebagai uang itu juga tidak
sembarangan. Dari sini, secara sadar atau tidak, terbentuk enam karakteristik
sebuah uang:
1.
Daya Tahan
Uang harus
memiliki daya tahan sehingga tidak mudah lenyap.
2.
Portabilitas
Uang harus mudah
dibawa kemana-mana.
3.
Dapat dibagi
Uang dapat dipecah
menjadi nilai kecil seperti seribu dipecah menjadi seratus-seratus dan
seterusnya.
4.
Fungibilitas
Uang memiliki
nilai sepadan sehingga uang tersebut bisa dipertukarkan
5.
Kelangkaan
Mata uang tidak
lepas dari hukum supply and demand (penawaran dan permintaan). Semakin mudah
menemukan atau membuat sebuah benda maka semakin sedikit nilai yang
dimilikinya. Karena itu, uang harus memiliki persediaan terbatas. Tidak boleh
asal mencetak uang.
6. Pengakuan
Jika uang memenuhi
lima karakteristik tadi, maka ia akan dapat diterima dan diakui oleh orang
banyak. Semakin banyak orang menggunakannya maka semakin mudah uang tersebut
dibelanjakan.
EMAS
Emas adalah jenis uang yang
paling kuno dalam sejarah. Orang-orang sudah memanfaatkan emas sebagai uang di
banyak wilayah, seperti di Cina, Amerika, dan Arab. Termasuk di Mesir Kuno,
emas adalah alat tukar yang diakui. Kenapa emas merupakan jenis mata uang
paling kuno? Karena emas adalah benda yang paling langka yang ada di muka bumi
ini. Paling langka karena tidak mudah untuk mendapatkannya.
Di Cina, emas diadopsi sebagai
alat pembayaran yang diakui pada tahun 1091 sebelum masehi dan kemudian diubah
menjadi uang 500 tahun kemudian oleh Raja Croesus dari Lydia (daerah kuno di
Asia Kecil bagian barat, yang sekarang bagian dari provinsi modern Izmir dan
Manisa di Turki. Ibu kota kunonya adalah Sardis. Namun, pada puncak
kekuasaannya, kerajaan Lydia meliputi seluruh Anatolia barat). Setelah itu,
menyebar ke seluruh dunia pada masa
kekaisaran Romawi.
Akan tetapi, keutamaan emas
sebagai uang terhambat oleh dua hal. Pertama, emas tidak mudah dibawa
kemana-mana. Kedua, sulit untuk menjamin bahwa emas itu benar-benar murni.
Jangan dipikir bahwa tindakan manipulasi emas hanya terjadi pada masa modern
saat ini, justru peleburan emas murni dengan menambahkan logam lain ke dalamnya
adalah praktek yang sama kunonya dengan sejarah emas sebagai uang itu sendiri.
UANG KERTAS
Akhirnya, munculnya uang kerjas.
Uang kertas – dengan ditopang oleh emas atau komoditas lainnya – adalah solusi
untuk dua faktor penghambat emas tadi. Karena berbentuk kertas, maka uang
kertas hanyalah representasi dari emas, perak atau komoditas lain yang
menopangnya. Kertas sangat mudah untuk dipindah-pindahkan. Mudah dibawa ke mana
saja. Kendati uang kertas masih rentan terhadap pemalsuan, namun ia masih dapat
melalui proses tes pemurnian yang murah. Disinilah kemudian pemerintah berperan
aktif. Pemerintah menerapkan aturan dan segala hal yang mengikat untuk kemudian
menjadikan uang kertas sebagai alat tukar yang sah dengan nilai dan ukurannya
yang tertentu.
Paling tidak, tahapan-tahapan
yang sedari awal digambarkan disini dapat menjadi sebuah bentangan pengetahuan
yang ringkas mengenai uang. Namun, terhadap luasnya dimensi originalitas uang
dalam peradaban manusia, jangan pula sampai mengganggu pikiran kita. Sebab,
banyak uang saja bisa bikin pening kepala, apalagi kalau tak punya uang. Abang
pun pasti kutendang. Wassalam.
Penulis:
Dr. Sofiandi, Lc., M.H.I.
Research Fellow
di Fath Institute for Islamic Research, Reserach Fellow di IRDAK Institute of
Singapore, Dosen IAI Arrisalah, Anggota Dewan Masjid Indonesia, Anggota ICMI
Prov. Kepri, Pemimpin Redaksi
ACADEMICS TV, Direktur Swara Akademika Indonesia Foundation.